Cerpen oleh: Rika Widya Sari
"Totalitas,
Loyalitas, Solidaritas."
DUNIA
BERHAK TAU
Dunia tak perlu tahu bahwa kamu sedang
menggenggamnya erat.
Kalimat
itu yang selalu terselubung di hati serta pikiran Risha. Ia selalu menganggap
bahwa dunianya seakan benar-benar hancur, dimulai dari keluarganya yang tidak
seharmonis dulu, sampai bagaimana semua orang menganggapnya bahwa ia sama
sekali tidak berguna.
Tetapi
disisi lain ia juga sangat bersyukur, Tuhan masih memberinya sahabat-sahabat
yang mampu membuat dirinya seakan lebih hidup kembali. Iya, mereka lah tiang
untuk ia berdiri lagi dengan kokoh, meskipun pada akhirnya kapanpun itu dan
selama apa ia berdiri, tiang itu tidak selamanya bisa menopang, ada saat ia harus
kembali sendiri. Saat dimana perpisahan itu tiba. Bukankah begitu?
"Ris,
kenapa lo? Bengong aja, ngomong kek atau mau pesan apa, enggak biasanya lo kaya
gini." Ujar Nawra sambil meminum es teh yang barusan dipesannya.
Ya,
mereka kini sedang berada di angkringan depan sekolah yang memang sudah menjadi
kebiasaannya.
"Lagi
bingung aja gue."
"Kalau
bingung ndodok, neng." Celetuk
Sharga yang tak lain memang salah satu sahabatnya.
"Ih,
gue serius ini." Balasnya sedikit kesal.
"Ya
apa? Ngomong tuh yang bener, enggak jelas juga."
"Ngeselin
banget sih, lo." Risha menabok lengan Sharga yang memang sedari tadi duduk
disebelahnya.
"Aduhh,
sakit sayang. Jangan marah-marah napa entar cantiknya ilang loh." Katanya
semakin menggoda.
"Bodo,
rayuan lo enggak mempan." Umpatnya semakin kesal.
"Lah
siapa yang lagi ngerayu?"
"Udah-udah
kalian ini ribut mulu kaya anak kecil tau enggak?" Ucap Shea.
Mendengar
itu keduanya saling diam bersamaan. Mereka tahu bahwa Shea adalah orang yang
paling tegas diantara yang lainnya. Jadi, saat Shea sudah bersuara mereka semua
siapapun itu langsung memilih untuk diam saja, karena jika tidak, ujung-ujungnya
Shea sendiri yang akan mendiamkan mereka. Bukannya mereka takut, namun didalam
persahabatan yang hampir dua tahun mereka jalani memang seperti itulah mereka
menjalankan. Dan itu semua tidak sesulit yang dibayangkan, karena bagi mereka
persahabatan itu yang paling penting, salah satu diantaranya melakukan
kesalahan maka yang lain harus bisa memperingatkan. Selain itu, jika salah satu
diantara mereka terluka, maka semuanya harus bisa menjadi penyembuhnya.
Begitulah
persahabatan yang mereka jalin, tidaklah kelabu, namun setidaknya mampu untuk
mengisi indahnya putih abu-abu.
"Kenapa
lo, Ris? Ngomong deh kalo ada apa-apa tuh, jangan dengerin tuh orang bego."
Ucap Shea sambil menatap tajam kearah Sharga yang malah membalasnya dengan
cengiran lebar. Benar-benar makhluk aneh, pikirnya.
Risha
menghela nafas, sebelum akhirnya memulai pembicaraan. "Gue mau ikut lomba
yang kejuruan itu. Tap--" Perkataan itu terhenti saat Sharga memotongnya
dengan ucapan lain. Menyebalkan sekali memang.
"Jadi,
lo bingung karna itu? Haduh Risha sayang, ikut ya tinggal ikut ajalah gitu
dibuat pusing." Sharga kembali bersuara yang langsung mendapat pelototan
tajam dari Shea lagi.
"Ya
masalahnya enggak segampang itu Sharga ganteng.” Lagi dan lagi ia dibuat kesal
sendiri.
"Hehe.
terus apa dong?" Ucapnya dengan tampang tidak berdosa.
"Gua
takut kalo enggak bisa, toh menjadi kompeten tuh tidak semudah yang
dibayangkan."
"Kalo
menurut gue, enggak ada salahnya deh lo ikut, lagian lo tuh bisa kok. Gue
yakin." Ucap Nawra yang kali ini bersuara.
"Iya
gue setuju sama Nawra, coba aja dulu Ris. Kan enggak ada salahnya, masalah
hasil tuh pikir nanti yang penting lo mau usaha. Gitu tuh udah bagus banget
daripada enggak sama sekali." Ujar Shea.
"Itu
kan elo, bego." Celetuk Sharga kembali.
"Siapa
bilang? Gue juga mau ikut kok, liat aja ntar, ya kan Ra? Lagian juga pas kelas
sepuluh gue juga ikut." Balas Shea sambil menyikut lengan Nawra.
"Yoii,
kita semua ikut dong. Lagian kita tuh sekolah di SMK, jadi pemuda produktif tuh
nomor satu harus kreatif juga, enggak kaya lo." Ucapnya sambil menjulurkan
lidah ke arah Sharga.
"Weitss..pada salah persepsi nih sama gue, bilang mau
Abang Sharga masakin apa, Masakan luar negeri? Halah gampang, 20 menit juga
pasti kelar." Ucapnya menyombongkan diri sembari menyambulkan rambutnya
ke belakang seakan-akan memberi kesan keren.
"Najiss
lo, sombong amat."
"Tapi
keren kan?" Balas Sharga sambil mengangkat sebelah alisnya yang membuat
mereka lagi dan lagi merasa kesal sendiri.
"Dasar
makhluk aneh."
"Udah
lah mending kita mikir buat lomba aja, kurang-kurangin deh bercandanya ntar
dilihat anak Rohis kan enggak enak." Kali ini Shea kembali bersuara.
"Iya
juga ya, mereka kan yang---"
"Ssttt..tunggu
dulu deh, gue punya ide nih. Gimana kalo kita semua ikut aja tanpa terkecuali,
termasuk lo juga sih, Ga. Katanya lo pinter masak." Ucap Nawra memotong
pembicaraan. Kali ini ia bicara serius.
"Ini
kan kesempatan bagus buat kita memperlihatkan ke semua orang bahwa sebenernya
kita juga mampu, ya walaupun enggak sebagus mereka sih. Tapi setidaknya kita
mau buat nyoba. Gimana, kalian mau enggak? Masalah menang atau kalah itu pikir
belakangan, yang penting kita udah mau usaha. Gue mau mereka tahu, kalo kita
punya solidaritas. Gitu aja sih." sambungnya panjang lebar.
"Iya
gue setuju sama lo, Ra." Balas Shea menyetujui.
Risha
tidak membalas. Ia hanya terdiam tak berkutat. Hingga Shea lah yang mengajaknya
berbicara.
"Udah,
Ris. Enggak usah dipikirin, gue tau lo bisa, kita semua harus semangat. Demi
tercapainya pemuda produktif di sekolah." Ucap Shea yang dibalas anggukan
juga oleh Nawra.
Sementara
Sharga membalasnya hanya dengan acungan jempol yang menandakan bahwa ia juga
setuju dengan itu. Perlu kalian tahu, meskipun mereka berbeda jurusan namun
persahabatan mereka tetaplah erat. Tuhan yang telah memikatnya, mempertemukan
mereka kedalam masa penuh rasa. Yang mungkin masa itu tak akan pernah hadir
kembali saat mereka telah mencapai kehidupan yang sebenarnya. Saat perpisahan
itu merenggutnya dari segalanya. Segalanya yang sampai kini masih mereka ikat,
tanpa berniat untuk memberinya warna pekat.
Risha
mengangguk pelan. Itulah yang ia suka dari semua sahabatnya, disaat dirinya
tidak percaya diri, mereka lah yang mampu memberinya semangat untuk ia berjalan
kembali ke depan tanpa berniat untuk berhenti.
Satu
minggu telah berlalu. Hari yang mereka nantikan pun tiba, waktu dimana mereka
harus berjuang untuk dirinya sendiri. Mempertaruhkan pikirannya, hanya untuk
membuktikan bahwa mereka layak disebut pelajar yang produktif.
Mereka
kini telah berada didalam ruangan. Lebih tepatnya Ruang Praktik Busana dua yang
terletak tidak jauh dari ruang guru. Perlu kalian ketahui jika mereka berada di
jurusan Tata Busana, yang proses pembelajarannya mengarah kedalam pembuatan
baju, pola, desain, dan segalanya yang berkaitan dengan menjahit. Berbeda
dengan Sharga memang, ia laki-laki dan dirinya lebih pantas mengambil jurusan
Tata Boga. Tetapi perbedaan jurusan itu sama sekali tidak membuat persahabatan
mereka runtuh begitu saja, bahkan seiring berjalannya waktu mereka semakin
terlihat seperti orang yang bersolidaritas tinggi. Karena memang dari awal
tujuan mereka untuk berteman itu adalah untuk mampu menciptakan totalitas,
loyalitas, dan yang paling penting adalah solidaritas dari dalam diri mereka
bersama.
Dua
orang assesor mulai memasuki ruangan
dengan semua siswi yang sudah menempati mesin jahitnya masing-masing. Rasa
gugup itu pasti ada, termasuk Risha yang sekarang berada di barisan tengah.
Sementara Nawra berada di barisan paling depan dan Shea ada di belakang tidak
jauh dari tempatnya. Hanya terlewat dua meja saja.
Salah
satu assesor membacakan peraturan
dari awal sampai finishing.
Risha
menengok kebelakang, kearah Shea untuk sekedar memberi tahu bahwa dirinya
benar-benar siap. Sedangkan Shea membalasnya dengan kepalan tangan yang
menandakan bahwa ia harus semangat. Risha mengangguk mantap sebelum akhirnya
balik menghadap kedepan saat assesor telah
selesai membacakan peraturan.
"Baiklah
anak-anak, Ibu harap kalian bisa menyelesaikan baju yang akan kalian buat
dengan kompeten. Ingat, bahwa kalian sekarang berada di SMK, jika lulus nanti
sudah sepantasnya untuk bisa menjadi pemuda yang produktif. Bapak Ibu guru
sengaja mengadakan lomba seperti ini supaya kalian lebih kreatif dan bisa
mendalami apa yang memang sudah kalian pilih dari sejak awal masuk sekolah ini.
Mengerti semuanya?" Jelasnya memberi motivasi.
"Mengerti,
Bu." Mereka pun membalas dengan serempak.
"Baiklah,
waktu kalian 8 jam untuk hari ini dan dilanjut besok dengan waktu yang sama.
Selamat berjuang! Tunjukkan bahwa kalian layak disebut pemuda produktif."
Riuh
suara tepukan tangan dari semua siswi yang berada diruangan tersebut.
Hingga
satu menit kemudian, proses menjahit pun dimulai. Proses dimana mereka harus
berjuang tanpa memperdulikan orang. Lebih tepatnya berjuang untuk diri sendiri.
____
Dua hari
sudah mereka lewati. Kini saatnya hari penentuan siapa yang akan menjadi
pemenangnya. Hal itu sebenarnya sudah biasa bagi Shea dan Nawra, karena memang
mereka sejak kelas sepuluh sudah sangat memperdalami semuanya, dari mulai
teknik sampai penyelesaian dan juga mereka kerap kali mengikuti lomba. Tapi
berbeda dengan Risha, ia bahkan baru pertama kali mencoba mengikuti lomba
jurusan seperti ini. Tentunya sangat tidak percaya diri karena hasilnya
sendiri. Ia takut apabila hasilnya tidak sebagus milik temannya.
Secepat
mungkin ia berusaha menepis pikiran itu, tujuan awal ia mengikuti ini adalah
hanya untuk menguji seberapa jauh kemampuannya, bukan untuk meraih kemenangan.
Karna baginya, usaha adalah nomer satu dibanding apapun.
"Ris,
emang lo yakin bisa menang? Shea sama Nawra aja yang dari dulu ikutan ginian
enggak pernah menang tuh, padahal kan hasil mereka nggak kalah bagus sama yang
lain." Celetuk Nana salah satu teman sekelasnya yang memang sedari dulu
tidak suka dengan dirinya.
Risha
menghela nafas, ia kesal temannya ini selalu saja mengusik kehidupannya.
"Gue
emang enggak sepintar mereka, tapi seenggaknya gue mau ada usaha. Sementara lo,
ikut aja enggak sok-sok ngatain. Dimana muka lo, hah?" Sentak Risha.
"Gu-"
"Gue
bilangin ya, kemenangan itu bukan segalanya, Na. Kalaupun gue belum menang ya
mungkin emang belum rezeki gue, dan yang paling penting dalam perlombaan itu
usaha dulu, bukan juara!" Sambungnya semakin kesal.
Nana
bungkam. Ia tidak membalas perkataan Risha. Hingga pada akhirnya Nawra dan Shea
pun datang menghampiri mereka.
"Ada
apa nih?" Tanya Shea sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Gak
papa. Udah kita pindah tempat aja ya." Ajak Risha dengan menggandeng
tangan keduanya untuk pergi meninggalkan Nana.
Nawra
maupun Shea dibuat bingung dengan tingkah sahabatnya ini.
"Kenapa
sih, Ris?"
"Biasa
udah enggak papa nggak usah dibahas." Jawabnya. "Eh Sharga mana nih,
perasaan dari kemarin enggak nyariin kita." ucapnya mengganti topik.
"Enggak
tau juga, dia beneran ikut emangnya? Enggak yakin deh gue." Balas Nawra
menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
"Tau
tuh bocah sableng."
Saat
mereka tengah celingak-celinguk mencari keberadaan sahabat laki-lakinya yang
hanya satu itu, kemudian tanpa rasa berdosa yang dicaripun muncul dengan senyum-senyum
yang membuat mereka bergidik ngeri.
"Woyy,
nyariin gue ya. Astaga ternyata para gadis ini pada rindu sama abang ganteng
yang mempesona ini." Ucapan itu sungguh membuat mereka jijik.
Shea
menoyor kepala Sharga. Sahabatnya ini benar-benar gila. "Gila ya,
lo?"
"Gitu
aja ngegas, neng."
"Bodo."
"Eh
kalian harus tau ini pokoknya, tadi komentar gue bagus loh dari ketiga juri,
menang deh ini kayaknya." Ucapnya dengan sombong.
"Jangan
ngarep, Mas. Entar jatuh malu lho."
"Beneran
ini, enggak percaya yaudah."
Test test test
Pengeras
suara berbunyi. Kepala sekolah telah berdiri didepan. Inilah saatnya yang
dinantikan oleh semua peserta yang mengikuti lomba antar kelas tersebut.
"Selamat
pagi anak-anak."
"Pagi."
"Saya
langsungkan saja, bahwa pagi ini adalah pagi yang kalian nantikan khususnya
buat para peserta lomba yang sudah melaksanakan dengan baik dua hari kemarin.
Tidak banyak yang saya akan sampaikan, langsung masuk ke intinya saja."
Dibukanya kertas yang ia bawa, lalu perlahan-lahan mulai menyampaikan.
"Dimulai
dari Tata Boga, juara ketiga diraih oleh Fransisca Nida dari kelas 10 Boga 2,
untuk selanjutnya juara kedua diraih oleh Clara Claudya dari kelas 11 Boga
1,"
"Gue
enggak yakin deh lo menang, Ga. Cewek semua itu anjir, mana mungkin lo-"
celetuk Shea.
"Ssttt..diem
deh, gak usah bawel."
"Dan
yang juara pertama diraih oleh, Sharga Argana Attheo dari kelas 11 Boga 2, duh sepertinya
Ibu sendiri tidak percaya ini." Ucapnya sambil sesekali tersenyum sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Bangga.
"Tuh
kan, emang gue juaranya. Ngeyel banget dibilangin.” Sharga maju kedepan dengan
tampang tengilnya. Ia sapa semua tanpa rasa malu sedikit pun.
"Jijik
banget nggak sih, heran deh gue sama tuh anak." Cibir Shea lagi dan lagi.
"Udah
biarin aja." Ucap Risha tenang.
"Dan
untuk selanjutnya akan saya umumkan pemenang dari jurusan Tata Busana. Saya
langsungkan saja, juara ketiga diraih oleh Lentera Aleshea dari kelas 11 Busana
2, dimohon maju kedepan."
Shea
berjerit histeris. Ia bahkan tidak percaya sama sekali.
"Ini
beneran gue memang? Woii anjirr-anjir." Bukannya maju kedepan ia malah
teriak saking tidak percayanya.
“Cepetan
maju, bego!" Perintah Nawra sambil mendorong tubuh Shea kedepan.
Berbeda
dengan Nawra yang kelihatan lebih tenang, Risha terlihat sangat gugup bahkan
saat tau sahabatnya mendapatkan juara. Ia berpikir, bagaimana jika ucapan Nana
tadi benar adanya. Dan bagaimana pula jika teman sekelasnya mengejeknya lagi?
Ahh benar-benar membuat ia tampak lelah.
"Dan
untuk juara kedua diraih oleh, Arisha Athena dari kelas 11 Busana dua."
Begitu
nama itu disebut, Risha terlonjak teramat kaget dan ia pun langsung memeluk Nawra
dengan sangat erat. Ia tidak menyangka jika kali ini dirinya benar berhasil.
Bahkan matanya sampai mengeluarkan air, ia menangis bahagia.
"Lo
berhasil, Ris. Gue bilang juga apa, kalo ada usaha pasti ada hasil." Ucap
Nawra tersenyum tulus.
"Thanks,
Ra. Gue enggak bisa ngomong apa-apa lagi. Kalian memang sahabat terbaik."
Ucapnya masih dengan berpelukan.
"Iya
udah sana buruan kedepan."
Risha
mengangguk, dan menghapus air matanya. Lalu kemudian berjalan kedepan menyusul
kedua sahabatnya. Sementara Nawra, ia bahkan hampir tidak percaya semua
sahabatnya berada didepan sana, sedangkan dirinya masih dibarisan peserta. Ia
berharap dirinya juga bisa menyusul ketiga sahabatnya.
"Dan
juara pertama diraih oleh, Nawra Marcella dari kelas 11 Busana 2."
Nawra
kaget, juara satu itu benar-benar diraih dirinya. Sungguh ini seperti mimpi.
Bahkan
ketiganya yang mendapatkan juara dari kelas yang sama. Semuanya begitu
mengejutkan. Hingga akhirnya mereka berpelukan. Hal yang tidak disangka-sangka
pun bisa terjadi kapanpun itu, dan mereka kini telah membuktikannya.
Bagi
Risha, Nawra memang pantas mendapatkan juaranya. Sebab, Risha tahu Nawra orang
yang pandai selama ini. Termasuk Shea juga. Mereka berdua adalah orang-orang
pandai yang selama ini selalu bisa menuntun dirinya untuk menyamai mereka,
meskipun tidak sama persis tapi mereka ada untuk dirinya. Dan Risha sangat
bersyukur akan hal itu.
Dan ia
tidak akan melupakan semua itu, baginya ini adalah masa dimana ia bahagia
merasakan indahnya persahabatan.
Kali ini
ia telah berhasil, meskipun bukan yang pertama tapi ia berhasil mendapatkan
salah satu dari ketiganya, dan tentunya sangat membuat Risha benar-benar hidup.
Mungkin
setelah ini ia tidak akan mendapat ejekan lagi ataupun ucapan yang menyakiti
hatinya, ia sudah bisa membuktikan bahwa usaha memang tidak akan pernah
mengkhianati hasil. Dan jujur, dirinya sangat bangga.
Kini
waktunya dunia tahu, ia harus melepas gundah dan menggantikannya dengan tawa
lepas, dan semoga tidak akan ada yang berani menguras sedikitpun.
Karena mereka memiliki rasa yang tiada gantinya.
Totalitas,
Loyalitas, Solidaritas.
Semua
itu akan terus mereka ingat. Persahabatan itu akan tetap hidup sampai nanti,
meskipun tidak selamanya bersama. Tetapi rasa itu akan selalu ada.
Rasa yang dunia harus tahu bahwa mereka layak
menggenggam juara.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar