Selasa, 02 Juli 2019

AKU, KAMU, DAN PUTIH ABU-ABU

Cerpen oleh: Rika Widya Sari

"Totalitas, Loyalitas, Solidaritas."

DUNIA BERHAK TAU

Dunia tak perlu tahu bahwa kamu sedang menggenggamnya erat.

Kalimat itu yang selalu terselubung di hati serta pikiran Risha. Ia selalu menganggap bahwa dunianya seakan benar-benar hancur, dimulai dari keluarganya yang tidak seharmonis dulu, sampai bagaimana semua orang menganggapnya bahwa ia sama sekali tidak berguna.

 
Tetapi disisi lain ia juga sangat bersyukur, Tuhan masih memberinya sahabat-sahabat yang mampu membuat dirinya seakan lebih hidup kembali. Iya, mereka lah tiang untuk ia berdiri lagi dengan kokoh, meskipun pada akhirnya kapanpun itu dan selama apa ia berdiri, tiang itu tidak selamanya bisa menopang, ada saat ia harus kembali sendiri. Saat dimana perpisahan itu tiba. Bukankah begitu?

"Ris, kenapa lo? Bengong aja, ngomong kek atau mau pesan apa, enggak biasanya lo kaya gini." Ujar Nawra sambil meminum es teh yang barusan dipesannya.

Ya, mereka kini sedang berada di angkringan depan sekolah yang memang sudah menjadi kebiasaannya.

"Lagi bingung aja gue."

"Kalau bingung ndodok, neng." Celetuk Sharga yang tak lain memang salah satu sahabatnya.

"Ih, gue serius ini." Balasnya sedikit kesal.

"Ya apa? Ngomong tuh yang bener, enggak jelas juga."

"Ngeselin banget sih, lo." Risha menabok lengan Sharga yang memang sedari tadi duduk disebelahnya.

"Aduhh, sakit sayang. Jangan marah-marah napa entar cantiknya ilang loh." Katanya semakin menggoda.

"Bodo, rayuan lo enggak mempan." Umpatnya semakin kesal.

"Lah siapa yang lagi ngerayu?"

"Udah-udah kalian ini ribut mulu kaya anak kecil tau enggak?" Ucap Shea.

Mendengar itu keduanya saling diam bersamaan. Mereka tahu bahwa Shea adalah orang yang paling tegas diantara yang lainnya. Jadi, saat Shea sudah bersuara mereka semua siapapun itu langsung memilih untuk diam saja, karena jika tidak, ujung-ujungnya Shea sendiri yang akan mendiamkan mereka. Bukannya mereka takut, namun didalam persahabatan yang hampir dua tahun mereka jalani memang seperti itulah mereka menjalankan. Dan itu semua tidak sesulit yang dibayangkan, karena bagi mereka persahabatan itu yang paling penting, salah satu diantaranya melakukan kesalahan maka yang lain harus bisa memperingatkan. Selain itu, jika salah satu diantara mereka terluka, maka semuanya harus bisa menjadi penyembuhnya.

Begitulah persahabatan yang mereka jalin, tidaklah kelabu, namun setidaknya mampu untuk mengisi indahnya putih abu-abu.

"Kenapa lo, Ris? Ngomong deh kalo ada apa-apa tuh, jangan dengerin tuh orang bego." Ucap Shea sambil menatap tajam kearah Sharga yang malah membalasnya dengan cengiran lebar. Benar-benar makhluk aneh, pikirnya.

Risha menghela nafas, sebelum akhirnya memulai pembicaraan. "Gue mau ikut lomba yang kejuruan itu. Tap--" Perkataan itu terhenti saat Sharga memotongnya dengan ucapan lain. Menyebalkan sekali memang.

"Jadi, lo bingung karna itu? Haduh Risha sayang, ikut ya tinggal ikut ajalah gitu dibuat pusing." Sharga kembali bersuara yang langsung mendapat pelototan tajam dari Shea lagi.

"Ya masalahnya enggak segampang itu Sharga ganteng.” Lagi dan lagi ia dibuat kesal sendiri.

"Hehe. terus apa dong?" Ucapnya dengan tampang tidak berdosa.

"Gua takut kalo enggak bisa, toh menjadi kompeten tuh tidak semudah yang dibayangkan."

"Kalo menurut gue, enggak ada salahnya deh lo ikut, lagian lo tuh bisa kok. Gue yakin." Ucap Nawra yang kali ini bersuara.

"Iya gue setuju sama Nawra, coba aja dulu Ris. Kan enggak ada salahnya, masalah hasil tuh pikir nanti yang penting lo mau usaha. Gitu tuh udah bagus banget daripada enggak sama sekali." Ujar Shea.

"Itu kan elo, bego." Celetuk Sharga kembali.

"Siapa bilang? Gue juga mau ikut kok, liat aja ntar, ya kan Ra? Lagian juga pas kelas sepuluh gue juga ikut." Balas Shea sambil menyikut lengan Nawra.
"Yoii, kita semua ikut dong. Lagian kita tuh sekolah di SMK, jadi pemuda produktif tuh nomor satu harus kreatif juga, enggak kaya lo." Ucapnya sambil menjulurkan lidah ke arah Sharga.

"Weitss..pada salah persepsi nih sama gue, bilang mau Abang Sharga masakin apa, Masakan luar negeri? Halah gampang, 20 menit juga pasti kelar." Ucapnya menyombongkan diri sembari menyambulkan rambutnya ke belakang seakan-akan memberi kesan keren.

"Najiss lo, sombong amat."

"Tapi keren kan?" Balas Sharga sambil mengangkat sebelah alisnya yang membuat mereka lagi dan lagi merasa kesal sendiri.

"Dasar makhluk aneh."

"Udah lah mending kita mikir buat lomba aja, kurang-kurangin deh bercandanya ntar dilihat anak Rohis kan enggak enak." Kali ini Shea kembali bersuara.

"Iya juga ya, mereka kan yang---"

"Ssttt..tunggu dulu deh, gue punya ide nih. Gimana kalo kita semua ikut aja tanpa terkecuali, termasuk lo juga sih, Ga. Katanya lo pinter masak." Ucap Nawra memotong pembicaraan. Kali ini ia bicara serius.

"Ini kan kesempatan bagus buat kita memperlihatkan ke semua orang bahwa sebenernya kita juga mampu, ya walaupun enggak sebagus mereka sih. Tapi setidaknya kita mau buat nyoba. Gimana, kalian mau enggak? Masalah menang atau kalah itu pikir belakangan, yang penting kita udah mau usaha. Gue mau mereka tahu, kalo kita punya solidaritas. Gitu aja sih." sambungnya panjang lebar.
"Iya gue setuju sama lo, Ra." Balas Shea menyetujui.

Risha tidak membalas. Ia hanya terdiam tak berkutat. Hingga Shea lah yang mengajaknya berbicara.

"Udah, Ris. Enggak usah dipikirin, gue tau lo bisa, kita semua harus semangat. Demi tercapainya pemuda produktif di sekolah." Ucap Shea yang dibalas anggukan juga oleh Nawra.

Sementara Sharga membalasnya hanya dengan acungan jempol yang menandakan bahwa ia juga setuju dengan itu. Perlu kalian tahu, meskipun mereka berbeda jurusan namun persahabatan mereka tetaplah erat. Tuhan yang telah memikatnya, mempertemukan mereka kedalam masa penuh rasa. Yang mungkin masa itu tak akan pernah hadir kembali saat mereka telah mencapai kehidupan yang sebenarnya. Saat perpisahan itu merenggutnya dari segalanya. Segalanya yang sampai kini masih mereka ikat, tanpa berniat untuk memberinya warna pekat.

Risha mengangguk pelan. Itulah yang ia suka dari semua sahabatnya, disaat dirinya tidak percaya diri, mereka lah yang mampu memberinya semangat untuk ia berjalan kembali ke depan tanpa berniat untuk berhenti.

Satu minggu telah berlalu. Hari yang mereka nantikan pun tiba, waktu dimana mereka harus berjuang untuk dirinya sendiri. Mempertaruhkan pikirannya, hanya untuk membuktikan bahwa mereka layak disebut pelajar yang produktif.

Mereka kini telah berada didalam ruangan. Lebih tepatnya Ruang Praktik Busana dua yang terletak tidak jauh dari ruang guru. Perlu kalian ketahui jika mereka berada di jurusan Tata Busana, yang proses pembelajarannya mengarah kedalam pembuatan baju, pola, desain, dan segalanya yang berkaitan dengan menjahit. Berbeda dengan Sharga memang, ia laki-laki dan dirinya lebih pantas mengambil jurusan Tata Boga. Tetapi perbedaan jurusan itu sama sekali tidak membuat persahabatan mereka runtuh begitu saja, bahkan seiring berjalannya waktu mereka semakin terlihat seperti orang yang bersolidaritas tinggi. Karena memang dari awal tujuan mereka untuk berteman itu adalah untuk mampu menciptakan totalitas, loyalitas, dan yang paling penting adalah solidaritas dari dalam diri mereka bersama.

Dua orang assesor mulai memasuki ruangan dengan semua siswi yang sudah menempati mesin jahitnya masing-masing. Rasa gugup itu pasti ada, termasuk Risha yang sekarang berada di barisan tengah. Sementara Nawra berada di barisan paling depan dan Shea ada di belakang tidak jauh dari tempatnya. Hanya terlewat dua meja saja.

Salah satu assesor membacakan peraturan dari awal sampai finishing.

Risha menengok kebelakang, kearah Shea untuk sekedar memberi tahu bahwa dirinya benar-benar siap. Sedangkan Shea membalasnya dengan kepalan tangan yang menandakan bahwa ia harus semangat. Risha mengangguk mantap sebelum akhirnya balik menghadap kedepan saat assesor telah selesai membacakan peraturan.

"Baiklah anak-anak, Ibu harap kalian bisa menyelesaikan baju yang akan kalian buat dengan kompeten. Ingat, bahwa kalian sekarang berada di SMK, jika lulus nanti sudah sepantasnya untuk bisa menjadi pemuda yang produktif. Bapak Ibu guru sengaja mengadakan lomba seperti ini supaya kalian lebih kreatif dan bisa mendalami apa yang memang sudah kalian pilih dari sejak awal masuk sekolah ini. Mengerti semuanya?" Jelasnya memberi motivasi.

"Mengerti, Bu." Mereka pun membalas dengan serempak.

"Baiklah, waktu kalian 8 jam untuk hari ini dan dilanjut besok dengan waktu yang sama. Selamat berjuang! Tunjukkan bahwa kalian layak disebut pemuda produktif."

Riuh suara tepukan tangan dari semua siswi yang berada diruangan tersebut.

Hingga satu menit kemudian, proses menjahit pun dimulai. Proses dimana mereka harus berjuang tanpa memperdulikan orang. Lebih tepatnya berjuang untuk diri sendiri.

____
Dua hari sudah mereka lewati. Kini saatnya hari penentuan siapa yang akan menjadi pemenangnya. Hal itu sebenarnya sudah biasa bagi Shea dan Nawra, karena memang mereka sejak kelas sepuluh sudah sangat memperdalami semuanya, dari mulai teknik sampai penyelesaian dan juga mereka kerap kali mengikuti lomba. Tapi berbeda dengan Risha, ia bahkan baru pertama kali mencoba mengikuti lomba jurusan seperti ini. Tentunya sangat tidak percaya diri karena hasilnya sendiri. Ia takut apabila hasilnya tidak sebagus milik temannya.

Secepat mungkin ia berusaha menepis pikiran itu, tujuan awal ia mengikuti ini adalah hanya untuk menguji seberapa jauh kemampuannya, bukan untuk meraih kemenangan. Karna baginya, usaha adalah nomer satu dibanding apapun.

"Ris, emang lo yakin bisa menang? Shea sama Nawra aja yang dari dulu ikutan ginian enggak pernah menang tuh, padahal kan hasil mereka nggak kalah bagus sama yang lain." Celetuk Nana salah satu teman sekelasnya yang memang sedari dulu tidak suka dengan dirinya.

Risha menghela nafas, ia kesal temannya ini selalu saja mengusik kehidupannya.
"Gue emang enggak sepintar mereka, tapi seenggaknya gue mau ada usaha. Sementara lo, ikut aja enggak sok-sok ngatain. Dimana muka lo, hah?" Sentak Risha.
"Gu-"

"Gue bilangin ya, kemenangan itu bukan segalanya, Na. Kalaupun gue belum menang ya mungkin emang belum rezeki gue, dan yang paling penting dalam perlombaan itu usaha dulu, bukan juara!" Sambungnya semakin kesal.

Nana bungkam. Ia tidak membalas perkataan Risha. Hingga pada akhirnya Nawra dan Shea pun datang menghampiri mereka.

"Ada apa nih?" Tanya Shea sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Gak papa. Udah kita pindah tempat aja ya." Ajak Risha dengan menggandeng tangan keduanya untuk pergi meninggalkan Nana.

Nawra maupun Shea dibuat bingung dengan tingkah sahabatnya ini.

"Kenapa sih, Ris?"

"Biasa udah enggak papa nggak usah dibahas." Jawabnya. "Eh Sharga mana nih, perasaan dari kemarin enggak nyariin kita." ucapnya mengganti topik.

"Enggak tau juga, dia beneran ikut emangnya? Enggak yakin deh gue." Balas Nawra menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

"Tau tuh bocah sableng."

Saat mereka tengah celingak-celinguk mencari keberadaan sahabat laki-lakinya yang hanya satu itu, kemudian tanpa rasa berdosa yang dicaripun muncul dengan senyum-senyum yang membuat mereka bergidik ngeri.

"Woyy, nyariin gue ya. Astaga ternyata para gadis ini pada rindu sama abang ganteng yang mempesona ini." Ucapan itu sungguh membuat mereka jijik.

Shea menoyor kepala Sharga. Sahabatnya ini benar-benar gila. "Gila ya, lo?"

"Gitu aja ngegas, neng."

"Bodo."

"Eh kalian harus tau ini pokoknya, tadi komentar gue bagus loh dari ketiga juri, menang deh ini kayaknya." Ucapnya dengan sombong.

"Jangan ngarep, Mas. Entar jatuh malu lho."

"Beneran ini, enggak percaya yaudah."

Test test test

Pengeras suara berbunyi. Kepala sekolah telah berdiri didepan. Inilah saatnya yang dinantikan oleh semua peserta yang mengikuti lomba antar kelas tersebut.

"Selamat pagi anak-anak."

"Pagi."

"Saya langsungkan saja, bahwa pagi ini adalah pagi yang kalian nantikan khususnya buat para peserta lomba yang sudah melaksanakan dengan baik dua hari kemarin. Tidak banyak yang saya akan sampaikan, langsung masuk ke intinya saja." Dibukanya kertas yang ia bawa, lalu perlahan-lahan mulai menyampaikan.

"Dimulai dari Tata Boga, juara ketiga diraih oleh Fransisca Nida dari kelas 10 Boga 2, untuk selanjutnya juara kedua diraih oleh Clara Claudya dari kelas 11 Boga 1,"

"Gue enggak yakin deh lo menang, Ga. Cewek semua itu anjir, mana mungkin lo-" celetuk Shea.

"Ssttt..diem deh, gak usah bawel."

"Dan yang juara pertama diraih oleh, Sharga Argana Attheo dari kelas 11 Boga 2, duh sepertinya Ibu sendiri tidak percaya ini." Ucapnya sambil sesekali tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Bangga.

"Tuh kan, emang gue juaranya. Ngeyel banget dibilangin.” Sharga maju kedepan dengan tampang tengilnya. Ia sapa semua tanpa rasa malu sedikit pun.

"Jijik banget nggak sih, heran deh gue sama tuh anak." Cibir Shea lagi dan lagi.

"Udah biarin aja." Ucap Risha tenang.

"Dan untuk selanjutnya akan saya umumkan pemenang dari jurusan Tata Busana. Saya langsungkan saja, juara ketiga diraih oleh Lentera Aleshea dari kelas 11 Busana 2, dimohon maju kedepan."

Shea berjerit histeris. Ia bahkan tidak percaya sama sekali.

"Ini beneran gue memang? Woii anjirr-anjir." Bukannya maju kedepan ia malah teriak saking tidak percayanya.

“Cepetan maju, bego!" Perintah Nawra sambil mendorong tubuh Shea kedepan.

Berbeda dengan Nawra yang kelihatan lebih tenang, Risha terlihat sangat gugup bahkan saat tau sahabatnya mendapatkan juara. Ia berpikir, bagaimana jika ucapan Nana tadi benar adanya. Dan bagaimana pula jika teman sekelasnya mengejeknya lagi? Ahh benar-benar membuat ia tampak lelah.

"Dan untuk juara kedua diraih oleh, Arisha Athena dari kelas 11 Busana dua."

Begitu nama itu disebut, Risha terlonjak teramat kaget dan ia pun langsung memeluk Nawra dengan sangat erat. Ia tidak menyangka jika kali ini dirinya benar berhasil. Bahkan matanya sampai mengeluarkan air, ia menangis bahagia.

"Lo berhasil, Ris. Gue bilang juga apa, kalo ada usaha pasti ada hasil." Ucap Nawra tersenyum tulus.

"Thanks, Ra. Gue enggak bisa ngomong apa-apa lagi. Kalian memang sahabat terbaik." Ucapnya masih dengan berpelukan.

"Iya udah sana buruan kedepan."

Risha mengangguk, dan menghapus air matanya. Lalu kemudian berjalan kedepan menyusul kedua sahabatnya. Sementara Nawra, ia bahkan hampir tidak percaya semua sahabatnya berada didepan sana, sedangkan dirinya masih dibarisan peserta. Ia berharap dirinya juga bisa menyusul ketiga sahabatnya.

"Dan juara pertama diraih oleh, Nawra Marcella dari kelas 11 Busana 2."

Nawra kaget, juara satu itu benar-benar diraih dirinya. Sungguh ini seperti mimpi.

Bahkan ketiganya yang mendapatkan juara dari kelas yang sama. Semuanya begitu mengejutkan. Hingga akhirnya mereka berpelukan. Hal yang tidak disangka-sangka pun bisa terjadi kapanpun itu, dan mereka kini telah membuktikannya.

Bagi Risha, Nawra memang pantas mendapatkan juaranya. Sebab, Risha tahu Nawra orang yang pandai selama ini. Termasuk Shea juga. Mereka berdua adalah orang-orang pandai yang selama ini selalu bisa menuntun dirinya untuk menyamai mereka, meskipun tidak sama persis tapi mereka ada untuk dirinya. Dan Risha sangat bersyukur akan hal itu.

Dan ia tidak akan melupakan semua itu, baginya ini adalah masa dimana ia bahagia merasakan indahnya persahabatan.

Kali ini ia telah berhasil, meskipun bukan yang pertama tapi ia berhasil mendapatkan salah satu dari ketiganya, dan tentunya sangat membuat Risha benar-benar hidup.

Mungkin setelah ini ia tidak akan mendapat ejekan lagi ataupun ucapan yang menyakiti hatinya, ia sudah bisa membuktikan bahwa usaha memang tidak akan pernah mengkhianati hasil. Dan jujur, dirinya sangat bangga.

Kini waktunya dunia tahu, ia harus melepas gundah dan menggantikannya dengan tawa lepas, dan semoga tidak akan ada yang berani menguras sedikitpun.

Karena mereka memiliki rasa yang tiada gantinya.

Totalitas, Loyalitas, Solidaritas.

Semua itu akan terus mereka ingat. Persahabatan itu akan tetap hidup sampai nanti, meskipun tidak selamanya bersama. Tetapi rasa itu akan selalu ada.
Rasa yang dunia harus tahu bahwa mereka layak menggenggam juara.


SELESAI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar